Dunia Penuh Distraksi
Meski dalam homili pertamanya di Kapel Sistina Paus Leo XIV belum secara eksplisit membahas isu teknologi, arah spiritualitas yang ia sampaikan memberi sinyal tentang keprihatinan terhadap manusia yang kehilangan fokus dalam era penuh distraksi.
“Kita tidak boleh mengubah Yesus menjadi tokoh populer, menjadi seorang pemimpin yang ‘viral’ atau ‘karismatik’ semata,” ujarnya, seperti dilaporkan The Catholic World Report (10 Mei 2025). Dalam pernyataan ini, tersirat sebuah kritik halus terhadap budaya zaman ini yang sering kali memanipulasi makna lewat citra dan sensasi.
Paus Leo XIV menyampaikan keinginannya untuk meneguhkan umat pada kedalaman spiritual, bukan pada kekaguman permukaan. Pernyataan ini relevan di tengah era digital saat ini, di mana realitas sering dikaburkan oleh algoritma, dan refleksi batin kerap tergantikan oleh kecepatan konsumsi informasi.
Ia menegaskan bahwa tugas utama Gereja bukanlah berkompetisi di panggung popularitas, melainkan menjaga makna dan kebenaran yang hakiki.
Dalam konteks ini, latar belakang matematikanya dapat memainkan peran strategis. Ilmu matematika menuntut presisi, kejelasan logika, dan konsistensi berpikir—kualitas yang sangat dibutuhkan untuk merumuskan ajaran moral yang kokoh dalam menghadapi dilema etis di era digital. Masyarakat global kini menantikan apakah Paus Leo XIV akan mengembangkan dokumen ajaran baru, sebagaimana Paus Leo XIII pernah melakukannya pada akhir abad ke-19 melalui ensiklik Rerum Novarum.
Seperti diketahui, Rerum Novarum menjadi tonggak ajaran sosial Katolik dalam menghadapi Revolusi Industri. Kini, banyak pihak membayangkan bahwa Gereja kembali akan merumuskan sikapnya terhadap Revolusi Digital—dan mungkin, sosok Paus Leo XIV adalah figur yang tepat untuk itu. Harapan ini menguat mengingat warisan Paus Fransiskus yang dalam Laudato Si’ dan Fratelli Tutti telah mengawali pembicaraan serius Gereja tentang teknologi, algoritma, dan etika komunikasi digital.
Perspektif moral